Rabu, 09 April 2008

Hilang sudah jeratan kartu-kartu itu

Cerita ini bermula ketika saya ditawari kartu kredit di mall. Dan berhubung kata teman saya membuat kartu kredit itu susahnya minta ampyun makanya saya iseng-iseng aja ikut mengisi persyaratannya dan tidak lama kemudian datanglah kartu kredit itu. Hihihi saya sih senang-senang aja mendapatkannya. Bisa untuk belanja nih. Secara waktu itu saya masih sendiri. Dan menurut saya ini adalah kemudahan yang diberikan si kartu ajaib itu kal0-kalo saya butuh uang. Jadi ga perlu pinjem-pinjem ke orang lain.


Tahun 2004 tepatnya saya memiliki satu kartu kredit dan setelah itu saya juga meng-aply kartu lain karena tergiur dengan cicilan 0%nya. Saya gunakan kartu itu dengan tidak memperhitungkan apa yang akan terjadi nanti ke depannya. Saya buat belanja, makan, ambil uang tunai dengan seenaknya. Lalu saya ditawari kartu tambahan dari kartu kredit pertama saya. Tadinya saya males untuk meng-aply kembali tapi karena teman kantor saya membutuhkan kartu itu dan dia sanggup untuk membayarnya dan lagi dia adalah teman yang baik dan terpercaya jadilah saya berikan kartu itu untuknya dengan perjanjian pembayarannya harus benar dan tepat.


Awalnya semuanya berjalan dengan baik. Saya juga rajin dan taat untuk membayar pemakain dua kartu kredit saya kalau tidak sanggup membayar semuanya, saya bayar setengahnya atau cicilan minimumnya saja. Begitu juga dengan teman kantor saya. semuanya berjalan dengan lancar.


Tapi ternyata hidup itu penuh teka teki dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti di depan kita. Setelah semuanya berjalan dengan baik dan saya menikah, kehidupan saya mulai goyah. Khususnya perekonomian. Belum lagi ada pinjaman tanpa agunan dari kartu kredit kakak yang juga harus di bayar. Dan yang parahnya dan membuat saya syok berat adalah kantor dimana saya bekerja dinyatakan bangkrut. Nasib yang sama juga menimpa teman kantor yang saya berikan kartu kredit. Saya dan teman di kantor tidak diberikan pesangon hanya tabungan yaitu potongan gaji yang di potong setiap bulannya tapi itupun di bayar dicicil. Dan pada saat itu pekerjaan suami belum mapan dan saat itu saya juga sedang mengandung. Wow hidup yang penuh warna tentunya.



Selama tidak ada kepastian perekonomian itulah walaupun saya masih menumpang sama orang tua tapi saya termasuk orang yang tidak mau meyusahkan orang tua. Saya berusaha tegar di mata mereka walaupun kadang saya tidak kuat juga ketika ada telepon dari para deb collector yang menelpon untuk menayakan pembayaran. Dan gilanya adalah bukan satu bank ini tiga bank dan satu tagihan yang mengatasnamakan kakak saya jadi semuanya ada empat bank yang selalu menelpon saya ke rumah. Dan yang lebih parahnya lagi karena dalam membuka aplikasi yang dicantumkan itu adalah nama ibu kandung jadilah mama saya yang juga di teror oleh mereka. Ini membuat saya menjadi stress sendiri. Padahal saat itu saya sedang mengandung loch.

Saya hanya bisa berdoa, berusaha dan pasrah. Ternyata doa kami dikabulin. Saya di telepon oleh salah satu bos saya di kantor dulu Ricky Pesik namanya untuk diajak bekerja. Ini adalah berkah yang luar biasa dan saya menyebutnya mukjijat. Saya bisa membantu suami dalam menanggung biaya hidup dan pembayaran hutang.

Setelah saya bekerja kembali saya utamakan penghasilan saya dan suami untuk membayar hutang kartu-kartu brengsek itu. Karena punya hutang yang ada hubungannya dengan kartu kredit itu adalah neraka. Kita seperti orang yang tidak punya harga diri, terpenjara dan hidup tidak nyaman. Kenapa saya mengatakan begitu. Ini alasannya.

Satu, setiap hari selalu di telpon walaupaun kita sudah minta waktu untuk melunasi. Tapi mereka tetap menagih dan menagih

Kedua, tidak cukup lewat telpon mereka akan mendatangi kantor dan rumah kita. Dan berbicara kepada semua orang di rumah untuk membayar tagihan tersebut.

Ketiga, pihak bank yang waktu pertama mengenalkan kartu kepada kita adalah orang-orang yang sangat cantik/ganteng, ramah, wangi ketika kita ada masalah yang datang adalah orang-orang yang berwajah seram, tegap dan tidak ramah dan itu adalah intimidasi buat kita.

Keempat, pinjaman kita akan berbunga, berbunga dan berbunga ketika kita tidak dapat melunasi artinya apa sama saja dengan lintah darat/rentenir tapi ini lebih rapi dan punya kantor yang bagus. Dan lebih parahnya lagi mereka bisa dengan bebas marah-marah dan menekan kita walaupun kita belum pernah kenal.

Akhirnya selama dua tahun saya bekerja dan suami dapat pekerjaan yang lebih bagus walaupun belum tetap karena penghasilannya baru ada ketika selesai proyek yang dikerjakan. Tapi saya bersyukur karena saya dan suami bisa menyelesaikan jeratan kartu-kartu brengsek itu. Dan kalau di pikir-pikir kalau uang itu saya tabung saya bisa membeli motor atau beli mobil sedan 2nd tinggal di tambahin aja dikit atau bisa untuk DP rumah. huehuehuehue....



Ada hikmah dibalik ini semua. Pertama kali kita mendapatkan cobaan ini pastilah kita merasa tidak sanggup menghadapinya. Semuanya seperti buntu. Seakan-akan tidak ada pintu untuk membuka agar ada jalan untuk menyelesaikan masalah ini. Dan yang fatalnya keinginan untuk bunuh diri saja.


Tapi ternyata ketika kita mau berusaha dengan keras dan berdoa dengan sungguh-sungguh dan kita harus sabar dan percaya bahwa Allah akan memberikan jalan terbaiknya.


Terimakasih yach Allah telah memberikan jalan yang terbaik buat saya, suami dan anak dalam menghadapi masalah kami yang lalu. Masalah yang kami anggap terlalu berat itu akhirnya dapat kami selesaikan. Walaupun kami harus hidup berhemat tapi kami tidak nelongso banget dalam mengarungi hidup baru kami.


Terimakasih yach Allah, telah mengembalikan kami menjadi manusia yang merdeka tanpa harus terjerat dan terintimidasi oleh orang-orang yang tidak kami kenal.

Terimakasih yah Allah, Kau tetap sayang kepada kami sehingga kami, saya, suami dan anak bisa menjalankan ini dengan baik dan malah mempererat tali kasih, cinta dan kebersamaan kami semakin erat.

Maafkan saya, suamiku yang sempat emosial menghadapi cobaan ini tapi dengan kelembutan dan kesabaran yang kau berikan membuat saya yakin bahwa kamu adalah teman, abang, suami dan papa yang is the best.

Kami tahu bahwa masalah akan datang di masa depan entah apa itu masalahnya tapi kami mohon kepadaMu ya Allah untuk terus jaga kami, sayangi kami seperti kami selalu sayang dan menjaga namaMu di hati dan langkah kami.





Minggu, 06 April 2008

Satu orang, banyak nama

Hari sabtu kemaren, tepatnya tanggal 5 April 2008 kami diundang oleh salah satu kawan suami untuk menghadiri pesta perkawinannya di TMII. Undangan yang datang lumayan berbobot. Mungkin karena yang penganten adalah dosen, penulis dan aktivis juga. Dan saya harus datang bersama hegel saja dikarenakan suami sedang ada tugas ke solo.

Tapi bukan itu yang mau saya ceritakan. Bermula dari souvenir cantik yang diberikan untuk para undangan. Yaitu buku-buku yang pernah di tulis oleh sang penganten laki-laki. Buku ini saya baca-baca ketika menemani hegel si buah hati bermain di arena istana anak-anak yang ada di wilayah TMII. Betapa kagetnya saya ketika ada ucapan terima kasih penulis, ada nama suami tercinta saya. Tapi bukan Syarifudin yang di tulis tapi Udin Oboy. Hihihihihi.....

Suami saya ini namanya cuma Syarifudin tapi karena masih wong deso jadi di tambah lah namanya di KTP atau di rekening banknya menjadi Syarifudin bin Salwani. Selama saya mengenalnya selama 10 tahun ini ada yang lucu dengan panggilannya.

Dulu waktu saya kenalan sama dia, dia selalu menyebut namanya Syarifudin bukan Syarif atau Udin. Tapi karena temen-temen di kampusnya memanggilnya dengan sebutan Udin maka saya panggil dia aja dengan nama udin.

lucunya ketika saya pada saat itu belum pacaran sama suami aku ini lagi berbagi cerita dengan salah teman udin di kampus. Dia lagi ingin menjodohkan saya dengan Udin ceritanya nih. Dia menyebut udin ini dengan nama syarif. Aku pikir dia lagi ngomongin temen kita yang namanya syarif. Jadilah selama ngobrol ngobril itu kita pada ga nyambung. Dan karena penasaran siapa sih syarif dan ternyata yang di maksudnya itu Syarif yah Udin. Yach ampun....

Nama kedua adalah waktu kita sudah jadian. Ceritanya waktu kita sama-sama pulang dari demo di DPR. Di jalan tiba-tiba ada yang manggil ....Sari... karena nama saya yang di panggil refleks saja mencari arah suara dan menjawab ..Apa... eh tau ga seh ternyata bukan saya yang dimaksud, dia memanggil Udinku.. hahahha.... Dia itu temen udin waktu sekolah di Tanggerang.

Nama ketiga ketika saya diajak ke rumahnya. Ternyata di rumahnya ini Udinku itu di panggil dengan nama Syarif atau Arief. Jadilah kalau saya ke rumahnya memanggil nama Udinku dengan nama syarif ke orangtuanya dan memanggil arief ke adek-adeknya. Tapi kebalikan kalau keluarga udinku ke rumah saya mereka memanggilnya dengan nama Syarif atau Udin.

Lucunya nama Udin juga ada di keluarga Udinku ini, yaitu mamangnya. Ceritanya ada salah satu senior yang mau bicara dengan Udinku ini.Terus saya kasih saja no telpon rumahnya. Trus dia telpon saya lagi dan mengatakan bahwa Udinnya lagi tidak ada mungkin di rumah isterinya. Gubrak. Terus aku jelasin aja bahwa aku lupa kalau di rumahnya Udinku itu memakai nama alimnya Syarif. hehehehe

Nama keempat, ketika bergaul dengan temen-temen di gerakan yang notabene banyak dari berbagai kampus baik di jakarta atau di luar jakarta. karena nama udin itu banyak banget makanya mereka memanggil dengan nama Oboy atau Udin Oboy.

Nama Kelima, ketika saya ciptakan panggilan sayang untuk Udinku ini. Pada waktu dulu aku tuh paling males dengan panggilan sok mesra. Sayang, yayang, cintaku atau apalah karena saya pikir itu hiperbola. Walaupun Udinku selalu memanggil saya dari pacaran sampe sekarang dengan sebutan yayang. Yah saya terima saja karena itu kan haknya dia mengekspresikan rasa cintanya ke saya. hehehhe.... Tapi untuk saya engga dech. Tapi saya punya panggilan sayang untuk Udinku yaitu ayam atau yayam. Sampai sekarang loch kalau ga di depan anak aku manggil dia dengan sebutan yayam.

Tapi ternyata panggilan ini jadi panggilan temen-temen ketika mereka mencari tau ke saya dimana udinku berada. Bukan yayam tapi ayamnya. Hehehhehe....

Dan mungkin ada lagi nama-nama yang mereka ciptakan untuk Udinku yach aku ga tau asal jangan perempuan aja yang memanggil nama Udinku dengan panggilan special bisa panjang nih ceritanya. ini serius loch.

Jadi nama suami saya itu, Syarifudin atau syarif atau arief atau sari atau udin atau oboy atau udin oboy. Terus kalau nama istri itu biasanya kan di belakangnya ada nama suami trus nama saya jadinya apa dong. Sari Syarifudin kayaknya ga enak deh, Sari udin yaelah ga enak juga, Sari Oboy apalagi ini sok gaul banget. Hehehehehe.... binun ach