Minggu, 13 Januari 2008

Soeharto, saya dan kehidupan saya

Sewaktu hanya bisa membaca blog orang-orang, saya pingin sekali seperti mereka menulis, menulis dan menulis. Menulis apapun yang saya rasakan. Karena sebenarnya saya tipe orang yang suka menulis daripada berbicara. Kalau sedang marah -bertengkar- dengan suami saya pasti mengunakan media tulisan untuk mengungkapkan perasaan saya di bandingkan harus teriak-teriak dan akhirnya jadinya menangis. Secara waktu awal berumah tangga saya tinggal di kamar kos dan sekarangpun masih menumpang di rumah orang tua.

Tapi setelah punya blog saya bingung mau di apain ini blog. dibuat kosong saja. Pasti malu deh sama diri sendiri karena kadung sudah bertekad. hehehhehe....

Mau nulis soal anak kayaknya nanti aja deh pas tanggal 19 karena tgl 19 hegel selalu bertambah umurnya. Mau nulis Soeharto sepertinya semua media baik cetak, elektronik maupun maya pasti dah ngomongin Bapak yang dulu pernah saya dan temen-teman berjuang di jalanan untuk menurunkannya. Sepertinya males aja ngomongin Bapak yang satu ini soal kesehatannya, kekayaan, kerakusannya, kekuasaannya dan ke, ke yang lainnya.

Wah mendingan ngomongin peristiwa yang ada hubungannya antara Soeharto, saya dan kehidupan saya.

Kalau ngomongin Soeharto saya jadi ingat betapa Soeharto telah merubah jalan hidup dan pikiran saya. Dulu sebelum saya "mengenal" Soeharto, saya adalah anak perempuan ke tiga dari orang tua saya yang kerjaannya hanya belajar, bermain dengan teman-teman, nongkrong di blok m, mall-mall di jakarta, makan di menteng, makan bakso di 'erick' matraman depannya Gramedia (bukan masuk di gramedia), main di rumah teman ke teman yang lain, belajar kelompok, ikut eskul di sekolah, pramuka, majalah sekolah, paskibra, OSIS dll.

Tapi setelah masuk dunia kampus tepatnya tahun 1997 di semester 2 setelah perlahan-lahan saya masuk ke dunianya Soeharto saya semakin diajak untuk masuk kedalam diri Soeharto. Ke jantung, lambung, hati dan tiba-tiba saya ada di denyut nadinya. Denyut yang aneh dan semua organ tubuhnya semuanya berfungsi tidak seperti yang saya pelajari. Saya merinding ada apa dengan Soeharto. Bukannya dia adalah Bapak bangsa, pemimpin yang membuat orang tua saya mendapatkan pekerjaan dan akhirnya bisa memiliki rumah sendiri di Jakarta dan memiliki kebahagian dengan hadirnya kami berempat. Bukannya suara yang di keluarkannya ada suara keteduhan, ketentraman, kedamaian, keamanan dan kesejahteraan.

Tapi kenapa setelah saya ingin mengetahui lebih dekat ke dalam dirinya yang ada hanya kemunafikan, kebohongan, kerakusan, ketamakan dan ke, ke yang you tahu kan maksud ai...

Dan lewat Soeharto-lah saya bisa berteriak revolusi...revolusi sampai mati....Dan lewat Soehartolah kegiatan yang dulu saya sukai menjadi hal yang menjijikan. Saya tidak suka ke mall. daripada ke mall mending baca buku di gramedia atau di basecam kampus-kampus di jakarta dimana disitu akan terjadi dialektika pemikiran dan banyak buku yang bisa saya baca untuk menjadi acuan untuk berdiskusi dengan teman-teman. Saya lebih suka nongkrong di toko loakan di senen atau toko buku di TIM atau nongkrong di utan kayu.

Lewat Soeharto saya bisa menulis di Tabloid Mahasiswa yang kemudian di ganti menjadi Tabloid Visi Mahasiswa dan memakai kartu pers untuk mencari berita. Saya bisa mengenal dekat dengan tokoh-tokoh mahasiswa dan tokoh-tokoh muda dan tua yang pro dan kontra dengan mahasiswa. Di Tabloid itulah saya bisa memberitahukan kepada publik betapa organ tubuh Soeharto itu bukan seperti yang selama ini dibicarakan, dipelajari dan dijadikan panutan semua orang. Bahwa selama 32 tahun kebohongan publik itu di kerengkeng olehnya dan kroni-kroninya. Dan selama 18 tahun Dia lah yang berperan membuat saya dan teman-teman saya menjadi anak bangsa yang apolitis dan hanya menjadi anak pendengar saja dan tidak boleh membatah - jangannya mengungkapkan pendapat, niat membatah saja tidak boleh.

Lewat Soeharto saya bisa bekerja, bekerja tanpa harus melewati psikotes, membawa ijasah dan rasa takut saat akan di wawancarai. Katagori KKN ga yah kalo yang ini. hehehhehehe...

Dan yang pasti lewat Soeharto saya bisa mengenal dan menikah dengan suami saya. Saya bisa menghargai sebuah proses perjuangan termasuk perjuangan membina rumah tangga. Saya bukan menjadi seorang perempuan yang menuntut suaminya harus membelikan ini dan itu sebagai bagian dari rumah tangga pada saat ini harus ada. Saya tidak menginginkan itu saat ini karena perjuangan yang murni pasti ada rintangannya. Saya hanya ingin dia menjadi suami yang mengetahui tanggung jawabnya dan mempunyai misi ke depan. Bahwa perjuangannya itu masih harus memakan waktu, tenaga dan biaya saya akan relakan tapi saya mohon kepada Allah bahwa semuanya harus ada waktunya. Perjuangan harus ada hasil dan saya masih sabar menunggu hasilnya. Dan untuk itu saya akan sekuat tenaga membantunya agar tatanan yang dibuat ini walau sedikit demi sedikit tidak roboh melainkan semakin kuat.


note: menjadi istri aktivis itu susah-susah gampang yah. Ada senangnya karena saya masih bisa berkomunikasi dengan teman-teman 'seperjuangan' dulu walaupun sudah tidak aktif tapi masih diingat. Dan selalu diberikan perkembangan yang up to date. Sedihnya karena masih berjuang suka ada 'setan' pengganggu seperti "rumput tetangga kok tak se hijau rumput di rumah kita yah...hahahahhaha.... jadul banget yah... ini nih terkontaminasi karena sudah jarang kumpul dengan kawan-kawan.

Maaf yah maksud hati pingin aktif kembali tapi kalau saya dan suami sama-sama aktif siapa yang dapat membiayai hidup rumah tangga. Masa sih hegel -anak pertama kami- harus makan buku. (maaf yah kalau ada yang tidak suka dengan pendapat saya tapi ini realitas) Saya kan harus bekerja agar menghasilkan penghasilan tetap tiap bulannya sedangkan suami biarkan terus mengejar dan gapai lah matahari. Walaupun tahun kemaren Tuhan telah menunjukan salah satu hasil dari perjuangan yang di inginkannya saya mohon Tuhan kembali mengabulkan segala perjuangan kami di tahun 2008 ini. Karena kami yakin kami bukan hambamu yang malas......

Tidak ada komentar: